Artikel: Prety Astiamelinda | Foto: Yudika Nababan
Bangsa ini sedang terjangkit penyakit... penyakit sosial, terutama Jakarta. Butuh seseorang yang dapat menyembuhkan semua penyakit ini. Bukan... bukan dari kalangan pemerintahan. Bagaimana jika seorang tabib? Ya, bisa jadi seorang tabib lah yang dapat menyelamatkan negeri ini. Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, dan Agus Noor bersinergi menggelar pertunjukkan yang mengusung tema dari Indonesia paling timur, Papua. Lewat dukungan dari Djarum Apresiasi Budaya dan PT Freeport Indonesia melalui program Indonesia Kita, pertunjukkan yang berlangsung selama lebih dari dua jam tersebut akhirnya dapat menghibur dan menginsipirasi para penonton yang hadir pada malam hari itu.. Bertempat di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, pada 18 dan 19 Maret 2015, lakon Tabib dari Timur yang disutradarai oleh Agus Noor pun digelar. Tepat pada pukul 20.00 WIB acara pun dimulai yang langsung disambut dengan antusiasime para penonton yang memenuhi kursi penonton kendati acara digelar pada hari kerja.
Pertunjukkan kali ini menyuguhkan Jecko Siompo, koreografer kelahiran Papua yang mendalami seni tari hip hop. Bersama Animal Pop Family, para penampil pun mempersembahkan gerak tari yang mirip polah hewan di alam bebas. Tarian khas Papua yang telah dimunculkan dalam gaya hip-hop dance pun tampil dengan sangat memukau. Ditambah alunan musik dari Jakarta Street Musik yang semakin menyelaraskan jalannya pertunjukan malam itu, tak ayal pertunjukan malam tersebut pun semakin menarik untuk disaksikan.
Pada lakon ini para pemain dari generasi muda seperti Arie Kriting, Insan Nur Akbar, dan penyanyi Audrey Papilaya mendapat peran yang cukup penting sebagai orang Papua. Sementara para penampil senior seperti Marwoto dan Trio GAM (Gareng Rakasiwi, Joned, dan Wibsen Antoro) pun tak mau kalah memberi penampilan terbaik mereka. Yang semakin membuat penampilan ini menarik adalah hadirnya beberapa sosialita yang juga turut meramaikan pertunjukkan ini, seperti Vivi Yip, Flora Simatupang, Febriati Nadira, dan Unkle B.
Lakon Tabib dari Timur bertutur akan kerinduan seorang juru sembuh yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit sosial yang menjangkiti bangsa ini khususnya yang ada di ibukota dan mampu membawa kemakmuran. Kendati “penyakit sosial” terdengar cukup “berat, ” namun begitu tidak ada ketegangan sama sekali dalam lakon ini. Jalan cerita yang ringan dan dialog yang penuh guyonan tak ayal langsung mengibur penonton. Yang sangat menarik adalah lakon ini tidak hanya membawa budaya Papua, tetapi juga mengikutsertakan budaya Jawa dan Jakarta yang dikemas secara kekinian. Namun walaupun dikemas penuh canda,lakon ini tetap menyentil beberapa situasi yang sedang hangat di berbagai media akhir-akhir ini.
Logat tiga budaya yang disuguhkan pun terasa menarik dan mengundang tawa, belum lagi ketika Marwoto harus memerankan seseorang yang mirip H. Lulung. Selain itu tata panggung juga terasa mendukung lakon yang penuh tawa ini. Digambarkan penjara yang lengkap dengan fasilitas wi-fi, bebas parkir, dekat mal, ssuasana Car Free Day di Jakarta serta gambaran Monas yang diwujudkan dalam bentuk melengkung.
Di sela-sela lakon tersebut penonton beristirahat sejenak dari gelak tawa dan berganti terhibur lewat alunan suara Audrey Papilaya yang menyanyikan beberapa buah lagu, serta gerakan tari yang menakjubkan.
Tidak terasa hampir tiga jam telah berlalu. Lakon Tabib dari Timur telah sukses menghibur penonton. Jalan cerita yang ringan, dialog yang penuh guyonan, tata panggung dan lampu yang mendukung, tarian yang dinamis, serta kekuatan pemain yang sanggup menghibur penonton diiringi alunan musik serta suara dari penyayi berbakat telah menjadikan pertunjukan ini menjadi istimewa. Usai Tabib dari Timur ini dilakonkan, pastinya masyarakat tak sabat untuk menunggu dihibur oleh pertunjukkan Indonesia Kita berikutnya.