top of page
Writer's pictureYudika Nababan

Menyongsong Pementasan Opera Ular Putih Persembahan Teater Koma

Artikel & Foto: Akbar Keimas Alfareza

Suasana Imlek belum lama berlalu, semangat dan energi positifnya masih kental terasa di beberapa belahan dunia. Bersama semangat tersebut, Teater Koma yang didukung oleh Djarum Apresiasi Budaya akan mempersembahkan lakon terbarunya di atas panggung dengan judul Opera Ular Putih yang merupakan produksi ke-139. Pentas ini akan digelar di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, mulai 3 hingga 19 April 2015. Selama 38 tahun berkiprah Teater Koma telah banyak melahirkan para seniman berbakat dan produktif untuk mengembangkan seni pertunjukan Indonesia. Konsistensi yang dihadirkan oleh Teater Koma telah terbukti menginspirasi para seniman muda Indonesia untuk senantiasa berkarya dan berkreasi, serta menghasilkan ide-ide berkualitas yang membanggakan. Dedikasi para seniman berbakat ini patut terus kita dukung dan apresiasi sebagai bentuk upaya melestarikan seni pertunjukan Indonesia. Opera Ular Putih mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar orang yang hidup di era 90-an. Melalui layar televisi atau pentas panggung, cerita ini sudah banyak menghiasi benak masyarakat Indonesia kala itu. Lalu apa yang membuat pementasan Tater Koma pada April mendatang jadi berbeda? Yang pasti hal inilah yang akan menjadi sebuah kejutan bagi para pecinta dunia teater di Indonesia. Akan ada penyesuaian dan kemasan baru dari naskah lama dan beberapa pemain muda dalam pementasan ini menjadi sebuah hal yang ditunggu-tunggu. Lakon Opera Ular Putih ini diangkat dari legenda tua asli Tiongkok dan sebelumnya pernah ditampilkan di tempat yang sama, TIM, yaitu pada tahun 1994. Pementasan ini berkisah tentang siluman ular putih yang ingin menjadi seorang manusia sehingga ia bertapa selama 1.000 tahun. Karena usaha dan kebaikan yang ada dalam dirinya, para dewa mengabulkan permintaannya dan ia pun menjelma menjadi seorang wanita cantik jelita bernama Pehtinio. Bersama dengan adiknya, siluman Ular Hijau yang juga menjelma menjadi seorang manusia bernama Siocing, mereka pun menjalani kehidupan sebagai manusia biasa.

Cerita berlanjut ketika Pehtinio bertemu pemuda bernama Kohanbun yang merupakan reinkarnasi dari orang yang pada ratusan tahun lalu pernah menolong ular putih. Akhirnya, Pehtinio pun bertekad untuk membalas budi dengan menjadi istri Kohanbun. Namun, kedamaian mereka terusik ketika Kohanbun bertemu dengan Gowi, seorang peramal yang memberitahu bahwa istrinya adalah seekor siluman ular jahat, tidak peduli segala kebaikan yang dilakukan Pehtinio. Sesaat setelah mendengar ucapan sang peramal, beragam pertanyaan berkelebat di kepala Kohanbun: apakah yang dikutuk sebagai kejahatan memang benar kejahatan? Ataupun akah hal yang diagungkan sebagai kebaikan hanya merupakan kedok suatu kebusukan? Dalam kisah ini dituturkan juga mengenai pengorbanan, kebijaksanaan, dan cinta. “Lakon Opera Ular Putih diangkat dari kisah klasik Tiongkok yang berjudul Oh Peh Coa yang kemudian naskahnya dibuat ulang pada tahun 1994. Secara garis besar pementasannya tidak akan jauh berbeda, namun terdapat hal kekinian yang akan dipentaskan nanti. Pertanyaan yang diajukan akan tetap relevan: Masih sanggupkah kita membedakan siapa manusia dan siapa siluman? Semoga penonton dapat mengambil makna nan kaya dari pesan moral yang kami berusaha siratkan dalam lakon ini,” tutur Nano Riantiarno, sang penyadur naskah sekaligus sutradara pementasan ini. Pementasan Opera Ular Putih ini akan dibintangi oleh Tuti Hartati, dimana dalam pementasan Teater Koma sebelumnya, yaitu Republik Cangik, ia harus berperan jenaka sebagai Limbuk dan kini ia harus berubah 180 derajat menjadi Pehtinio yang lemah lembut. Tak ketinggalan, pementasan kali ini juga didukung oleh aktris dan aktor kawakan Teater Koma seperti Budi Ros, Andhini Putri Lestari, Adri Prasetyo, Ade Firman Hakim, Dodi Gustaman, Daisy Lantang, Ratna Ully, Dorias Pribadi, Sir Ilham Jambak, Aris Abdullah, Dana Hassan, Julung Ramadan, dan Rangga Riantiarno. Meskipun karya ini merupakan hasil adaptasi dari cerita klasik Tiongkok, namun pementasannya akan dikemas dengan teknik modern dengan menghadirkan gelak tawa dan air mata, cinta dan rindu dengan diiringi lagu dan musik yang menyentuh. Permainan alat musik asal Tiongkok seperti guhzen dan ehru juga melengkapi lakon ini, yang menunjukan indahnya perpaduan kedua kebudayaan Tiongkok dan Indonesia. Permainan musik yang akan menghiasi pagelaran ini dikomposisi oleh Idrus Madani dan diaransemen oleh Fero Aldiansya Stefanus.

Pemakaian kostum warna warni yang dirancang oleh Rima Ananda Oemar serta tata rias oleh Sena Sukarya sangat menggambarkan suasana asli Tiongkok. Para pemain juga akan menunjukkan keserasian gerak serta tari yang ditata oleh Elly Luthan, diperindah oleh tata artistik dan cahaya garapan Taufan S. Chn. Semua unsur ini akan memperlihatkan percampuran dua budaya yang sangat kuat, yang bisa dilihat dari balutan kostum serta pernak pernik khas Indonesia yang akan mewakili semangat akulturasi budaya. Produksi yang dipimpin oleh Ratna Riantiarno ini akan dibantu juga oleh pengarah teknik Tinton Prianggoro dan Pimpinan Panggung Sari Madjid Prianggoro.

Pementasan Opera Ular Putih ini akan digelar tiap hari di Graha Bhakti Budaya TIM, Cikini, mulai tanggal 3 hingga 19 April 2015 setiap pukul 19.30 WIB untuk hari Selasa-Sabtu, dan khusus hari Minggu pentas dimulai pukul 13.30 WIB. Pementasan libur setiap hari Senin.

Bagi Anda yang ingin menyaksikan pertunjukan Opera Ular Putih persembahan Teater Koma, sila kunjungi http://www.indonesiakaya.com/jendela-budaya/pergelaran-budaya/detail/opera-ular-putih-karya-teater-koma-ke-139

19 views0 comments
bottom of page