Artikel & Foto: Akbar Keimas Alfareza
Setelah sukses dengan dua pementasan sebelumnya dengan naskah yang sama di kampus STSI dan IFI Bandung, Kerensa Dewantoro dan tim Darah Rouge mempersembahkan sebuah pertunjukan yang menyelami proses berteater, gairah, dan impian akan pembaruan dengan judul “Sewing Marat Sade.” Naskah yang mengupas tentang perjuangan tokoh sebagai perempuan dan sebagai orang asing yang terjun ke dunia teater Indonesia ini digelar pada 6-7 April 2015 di Djajusman Auditorium London School of Public Relation (LSPR), Jakarta. Sebagai penghormatan atas naskah asli karya Peter Weiss, Karensa Dewantoro menggabungkan berbagai gaya dan jenis teater untuk menemukan dirinya. Sebuah pertunjukan tentang revolusi (revolusi diri sendiri, teater, dan proses kreatif serta sosial), sebagai orang asing serta sutradara perempuan, Karensa Dewantoro mencoba menghadirkan sebuah teater teks dan gerak yang mengais serta merangkai kembali memori saat ia berproses membangun sebuah produksi teater yang berjudul MARAT/SADE. Dengan memakai bermacam genre teater, sang aktor bertemu memori dirinya di dalam rumah sakit jiwa, dia bertanya pada dirinya apa fungsi roh, aktor, sutradara, serta posisi dirinya di kancah teater Indonesia.
"Saya bertindak dan saya lantangkan bahwa ini dan itu salah, lalu saya bekerja untuk merubahnya. Dan memperbaiki yang pada intinya adalah untuk merubah diri kita sendiri dengan kemampuan sendiri." Kerensa Dewantoro pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1990 untuk belajar Topeng Bali dibawah bimbingan I Ketut Tutur. Dia mendalaminya selama 12 tahun dan sudah pernah pentas bersama para seniman tradisional dan kontemporer Indonesia. Dia juga penulis naskah teater dan sutradara. Salah satu naskah yang ditulisnya “Cooking and Murder” sukses dipentaskan di Bandung belum lama ini. Darah Rouuge adalah wadah yang menampung seniman dari berbagai latar belakang seperti seni lukis, penulisan naskah, perfilman, fotografi, desain grafis, dan marching band, yang semuanya mempunyai gairah dalam mengembangkan kreativitasnya. Darah Rouge bertujuan untuk membawa bentuk baru ke dunia teater Indonesia. Organisasi ini pertama kali didirikan oleh Sugiyanti Ariani, Kerensa Dewantoro, Irfan Hendrian, Moh Syafari Firdaus, S.E. Dewantoro, dan beberapa seniman lain yang aktif di bidangnya masing-masing.