Artikel & Foto: Akbar Keimas Alfareza
Jika puisi biasa dimusikalisasi, kali ini puisi menjelma dalam ilustrasi. Kolaborasi yang saling membebaskan bagi sang ilustrator, Muhammad Taufik dan sastrawan kenamaan, M. Aan Mansyur, yang akhirnya mewujud dalam buku kumpulan puisi Melihat Api Bekerja. Kumpulan buku puisi ini dirilis bersamaan dengan pembukaan pameran ilustrasi pada Rabu, 15 April 2015, bertempat di Edwin's Gallery, Kemang, Jakarta Selatan. Dalam pameran yang akan dibuka hingga 26 April 2015 ini kita bisa menikmati sekitar 40 ilustrasi dari total 60 yang tersaji di dalam bukunya. Ilustrasi milik Muhammad Taufik atau biasa dipanggil Emte ini tampil disertai penggalan-penggalan sajak dari M. Aan Mansyur di sampingnya. Kumpulan puisi yang berjudul Melihat Api Bekerja tak hanya berbicara cinta, namun buku ini juga mengisahkan isu urban, perkembangan kota, dan peristiwa sehari-hari. "Sebetulnya buku puisi ini menganggap kebahagiaan sebagai kejahatan. Orang jadi malas berpikir karena mengejar kebahagiaan. Orang Indonesia seperti takut dengan perubahan tapi juga tergesa-gesa dengan segala sesuatunya," ungkap Aan.
Tema buku ini bercerita tentang apa yang dialami Aan sewaktu kecil, termasuk mengenai bapak dan ibunya yang menjadi inspirasi terbesar bagi Aan. Serta proses perpindahan Aan ke Makassar yang berbeda lingkungan. Dengan kata lain, proyek buku ini mengungkapkan kemarahan-kemarahan Aan yang personal tapi juga menjadi urusan orang lain. Dalam ruang galeri yang didominasi warna putih, tampak karya-karya Emte yang hanya menggunakan dua tone warna tanah sanguine, hal ini menjadikan suasana lebih menyala. Judul dari setiap ilustrasi dan puisi ditulis tangan langsung di atas tembok bercat putih dengan warna senada. Penggalan puisi dalam kertas kecil bersandingan langsung dengan ilustrasi, terletak tepat di bawah judul yang besar. Kedua elemen ini berpadu dan mempertegas identitas satu sama lain di Edwin Gallery. Hal yang menarik adalah sang penulis dan ilustrator belum pernah bertemu sama sekali. "Saya membebaskan kepada Emte untuk menerjemahkan puisi-puisi saya. Saya ingin melihat puisi dalam wajah yang baru berdasarkan pembacaan yang dilakukan oleh Emte," papar Aan dalam acara pembukaan pameran tersebut.
Dalam proses pembuatan ilustrasi ini, Emte membutuhkan waktu selama satu tahun untuk menerjemahkan puisi dalam ilustrasi yang dibuatnya, termasuk beberapa kali mengganti ilustrasi yang dianggapnya lebih pas. Penggunaan warna-warna sanguine dalam karya Emte ini disebabkan dirinya sedang pada tahap mengeksplorasi karya dengan dua warna yang ternyata sesuai dalam mengekspresikan puisi Aan yang penuh emosi. Dalam ilustrasi kali ini, perempuan menjadi inspirasi yang paling banyak digunakan dalam mewujudkan puisi-puisi Aan yang menurut Emte memang feminin. Editor penerbit Gramedia Pustaka Utama, Siska Yuanita, juga menambahkan dari awal membaca naskah pertama Aan, ia sudah membayangkan akan memakai ilustrasi. "Saya merasa Aan adalah penyair yang mulai diperhitungkan. Ia adalah penyair muda yang barangkali oke di media sosial dan sekarang diperhitungkan. Aan memang pantas diberi panggung lebih," ungkap Siska. Eksperimen kolaborasi kata dan rupa ini, kata Siska, terbilang unik. Pihaknya pun baru mencoba meluncurkan kumpulan puisi bersama dengan pameran ilustrasi.