Artikel & Foto: Akbar Keimas Alfareza
Ahmadin Akhmad seorang bujangan yang ingin dicomblangkan dengan seorang perempuan bernama Ambarita. Namun niat baik tak lantas membuat hubungan merekta tanpa rintangan. Eliya sebagai mak comblang turut serta membawa lelaki lainnya yang juga ingin dikawinkan. Sementara itu, Karim sahabat Akhmad tak ingin kehilangan bagian untuk menjodohkan sahabatnya dengan Ambarita tanpa perlu bersusah payah melalui usaha Eliya. Itu sekelumit kisah mengenai pementasan perdana Teater Pandora, berjudul “Perkawinan.” Meskipun terhitung merupakan kelompok teater baru, namun kemampuan Teater Pandora dalam mengolah dan mengeksekusi naskah di panggaung drama tak diragukan lagi kepiawaiannya. Seperti yang terlihat pada pementasan yang dilaksanakan pada 4 Mei 2015, dengan dipenggawai oleh banyak aktor senior yang telah malang melintang di dunia teater seperti Maharani Megananda dan Yoga Mohamad, Teater Pandora tampil percaya diri membawakan naskah Perkawinan.
Lakon “Perkawinan” yang dimainkan oleh Teater Pandora merupakan lakon komedi yang dibalut dengan isu-isu sosial. Maka tak heran, jika lakon ini dekat dengan predikat komedi satir yang sensitif dengan kritik permasalahan sosial. Secara garis besar, lakon Perkawinan membingkai tentang rasa gundah atas arti komitmen dan kebutuhan untuk hidup berpasangan. Komitmen diperlukan agar kesakralan suatu hubungan bisa terjaga. Kini, dengan adanya berita perceraian dan perselingkuhan dimana-mana, arti komitmen berubah jadi sekadar penghias belaka. Perkawinan jadi menakutkan, tatkala masalah yang datang hanya bisa berakhir dengan pertengkaran. Ketika semakin mapan seorang lelaki bujang, maka semakin sulit untuk kembali memulai asmara. Begitulah yang terjadi pada tokoh di lakon “Perkawinan.” Untuk itu praktek percomblangan dibutuhkan. Yoga Mohamad selaku Co-Sutradara sekaligus vokalis The Bobrocks mengutarakan bahwa Teater Pandora adalah reaktor yang siap diledakan dan bereaksi atas apa yang terjadi di antara kita. Mengusung tema: Kita, Panggung, Kita yang berarti: Kita adalah pelaku pertunjukan dan Kita adalah penonton. Tanpa sekat yang memisahkan, hanya panggung yang menghapus jarak melalui interaksi dalam pementasan.