Ada banyak komponen yang terkait dalam penyelenggaraan sebuah event, di antaranya vendor, audience, venue, personel, maupun konsumsi. Ya, konsumsi dapat menjadi hal yang krusial dalam sebuah event karena tak hanya dapat memenuhi kebutuhan para pekerja event nya saja namun konsumsi juga dapat menjadi daya penarik massa pada sebuah event.
Kini tampaknya para pengusaha di bidang kuliner sangat paham jika inovasi dan improvement sangat dibutuhkan dalam menjajakan produknya. Beragam kreativitas coba dilahirkan, di antaranya dengan menggunakan media “truck” untuk menjajakan produknya. Hal ini menyebabkan semakin maraknya kehadiran food truck di Jakarta, khususnya di Indonesia.
Untuk mengakomodasi semakin meningkatnya pertumbuhan food truck saat ini, dibentuklah Kopaja (Komunitas Pengusaha Djalanan) yang mewadahi para pengusaha di bidang kuliner yang menggunakan media food truck dalam menjajakan produknya. Dan kali ini Seputar Event merasa beruntung, karena dapat mewawancarai ketua komunitas ini, Ferry, saat acara akbar pertama mereka digelar, Food Truck Festival Jakarta, di Mall Artha Gading.
Komunitas ini terbilang unik. Apa latar belakang didirikannya komunitas ini? Awalnya kami membentuk komunitas ini karena banyak food truck di luar sana yang kualitasnya sudah mumpuni namun mereka tidak punya link untuk masuk ke sebuah event. Mereka selama ini hanya berdagang di area masing-masing. Melalui wadah ini, kami mencoba mengenalkan mereka ke masyarakat luas.
Sejak kapan komunitas ini didirikan? Bagaimana perkembangannya? Komunitas yang kami dirikan ini masih terbilang baru, sekitar dua bulan berjalan. Namun kami menggarap komunitas ini dengan serius. Tak sekadar komunitas biasa, mulai bulan Mei kami juga mulai menginisiasi untuk memiliki badan hukum yang legal dan memiliki regulasi yang jelas untuk anggotanya. Tetapi pada asosiasi yang akan kami bentuk nanti tidak hanya tertutup untuk lingkup food & beverages saja, namun juga ke jenis bisnis lainnya. Misalnya saja berupa fesyen, entertaiment, otomotif, atau bahkan jasa asalkan medianya berupa truck (mobil berjalan).
Pada bulan Mei 2015 kami sudah membubarkan komunitas kami, Kopaja, dan sudah resmi menjadi asosiasi berbadan hukum legal, yang berubah nama menjadi Organisasi Mobil Bisnis Indonesia (OMBI).
Siapa sajakah yang tergabung dalam komunitas ini? Untuk sekarang ini kebanyakan anggota kami masih bergerak dalam bidang food truck yang berada di sekitar Jakarta. Namun nantinya kami akan melebarkan jaringan ke kota-kota besar lainnya, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Walaupun fokus kami saat ini masih dalam lingkup Pulau Jawa, namun tidak menutup kemungkinan jika kami akan melakukan ekspansi ke seluruh Indonesia bahkan luar negeri.
Secara keseluruhan, sudah ada sekitar 40 anggota yang bergabung dengan Kopadja dan menjajakan produknya yang tak hanya makanan namun juga fesyen. Akhir-ahir ini fenomena food truck semakin muncul di masyarakat, sejak kapan food truck masuk Indonesia? Food truck sendiri pertama kali lahir di Amerika sekitar tahun 60-an dan harus diakui jika tren ini terlambat masuk ke Indonesia jika dibandingkan dengan negara lainnya. Namun bedanya tren food truck yang terjadi di luar sana kebanyakan menggunakan mobil-mobil jenis besar. Nah kita justru ingin merubah image tersebut di Indonesia dengan mobil-mobil yang lebih kecil karena kita harus menyesuaikan kebutuhan dan kondisi masyarakat yang ada.
Hal apa saja yang menjadi fokus komunitas ini? Ada tiga hal yang menjadi acuan kami dalam menjajakan bisnis, yaitu taste, price dan services. Apabila ketiga hal ini sudah terbentuk dengan baik, maka kami dapat mengubah image konsumen bahwa makan “di pinggir jalan” semisal di food truck tak lagi mengundang keraguan walaupun harga yang kami tawarkan terbilang murah.
Di sini kami tak murni ingin berbisnis dengan masyarakat dengan menjual produk kami, namun kami juga ingin memberikan edukasi mengenai keragaman makanan yang berasal dari banyak negara. Misalnya saja ketika masyarakat Indonesia “hanya” mengenal makanan Jepang adalah Sushi ataupun Ramen, kami berusaha untuk memperkenalkan makanan Jepang lainnya agar bisa menjadi tren baru yang digemari oleh konsumen Indonesia.
Dan tak hanya itu, kami juga berharap agar komunitas ini bisa terjun ke ranah internasional, sehingga makanan Indonesia yang beragam dan lezat yang kita miliki dapat juga semakin dikenal di dunia internasional. Kami juga berusaha untuk menjembatani pengusaha-pengusaha baru, terutama anak muda yang baru terjun ke bisnis ini. Apabila ada anak muda yang memiliki fasilitas pendukung seperti mobil tua yang tidak terpakai dan tentunya memiliki kemauan serta passion untuk berbisnis namun bingung bagaimana memulainya, maka kami akan berusaha merangkul mereka agar dapat menjalankan usahanya.
Sejak Kapan Mas Ferry menekuni bisnis ini? Saya adalah pemilik usaha Street Ramiyun Indonesia yang kini didapuk sebagai ketua komunitas ini. Awal saya mendirikan Street Ramiyun Indonesia karena makanan Korea di Indonesia terkenal mahal karena bahan-bahannya didatangkan langsung dari Korea.
Citra inilah yang saya ingin ubah. Saya berusaha menyajikan makanan Korea yang beragam, cita rasa yang sempurna, terjamin kualitasnya, namun dengan harga yang “miring.” Tak semua bahan saya impor dari Korea, hal ini semata-mata karena tak semua rempah-rempah khas Korea cocok dengan lidah orang Indonesia. Saya menekuni bisnis food truck pada awal 2013. Saat ini saya sudah memiliki tiga cabang, dua mobile food truck dan satu lagi resto di kawasan Jakarta.
Awalnya komunitas ini tergabung untuk meramaikan sebuah event dan akhirnya sekarang membuat event sendiri (Food Truck Festival Jakarta). Bagaimana komunitas ini akan bergerak ke depannya? Tak hanya berjualan, rekan-rekan anggota OMBI juga menerima jasa catering. Kami sedang membuat rencana ke depannya agar kami tak sekadar dijadikan pelengkap suatu event semata, namun juga membuat perencanaan yang matang untuk membuat event tersendiri. Contohnya adalah Food Truck Festival Jakarta yang diselenggarakan pada 14-24 Mei 2015.
Sudah berapa anggota yang tergabung? Sejauh ini berjumlah 40-an anggota, yang datang tak hanya dari Jakarta namun juga dari Bandung.
Apa tantangan dan kelebihan berjualan menggunakan truck dibanding media konvensional seperti tenda atau bazar? Kelebihan utamanya kami terlihat lebih unik dan lebih mengikuti tren masa kini sehingga menarik minat masyarakat. Sedangkan tantangannya adalah karena kami berjualan di out door, maka cuaca menjadi tantangan terbesar. Namun masing-masing food truck mengantisipasinya dengan memiliki tenda dan tempat duduk masing-masing. Dan tantangan lainnya adalah tidak semua daerah yang kami jadikan sebagai tempat berjualan memiliki perizinan yang mudah. Untuk itu komunitas ini akan dijadikan asosiasi legal demi mengadvokasi masalah perizinan di lapangan nanti. Kami menjadi jembatan antara business owner dengan pemerintah.
Bagaimana respon masyarakat Indonesia akan tren ini? Antusias masyarakat sendiri sangat tinggi, terutama untuk area-area yang belum pernah terjamah dengan teman-teman disini. Mereka melihat ini sebagai konsep yang unik dan sebuah tren yang baru.
Saat ini anggota food truck masih milik perseorangan, bagaimana dengan food truck milik perwalaba atau perusahaan? Ada kemungkinan menuju kesana asalkan konsep bisnisnya masih sama-sama mobile bussines.
Bagaimana cara menggalang anggota? Biasanya kami menjaring anggota melalui sosial media atau dari mulut ke mulut.
Apa kiat-kiat komunitas ini agar eksistensi di masyarakat tidak cepat luntur? Saya yakin booming food truck masih akan lama di Indonesia , mungkin sekitar lima tahun ke depan. Oleh karena itu, OMBI dibuat untuk tujuan eksistensi, perluasan jaringan, dan regenerasi teman-teman yang baru akan memulai bisnis jenis ini.
Organisasi Mobil Bisnis Indonesia (OMBI) Alamat: Jln. Tiang Bendera III No. 72 (dekat Jln. Kopi, depan Koramil), Kota, Jakarta Barat. No telpon: 021-6915033 Website: www.ombi.co.id Email: ombi.info@gmail.com CP: Riyadh (081290747409)