top of page
Writer's pictureYudika Nababan

Teater Pagupon Persembahkan Produksi Ke-91 “Sayang Ada Orang Lain”

Artikel: Akbar Keimas Alfareza | Foto: Akbar Keimas Alfareza & Isthi Rahayu

Setelah sukses dengan 90 pementasan terdahulu, Teater Pagupon yang berdiri sejak 1984 pada 26 Mei 2015 sukses mementaskan produksi ke-91 yang berjudul “Sayang Ada Orang Lain” karya Utuy Tatang Sontani di Auditorium Gd. IX FIB UI. Disutradarai oleh Sari Arnali alias Cai, penulis buku Ngubek-Ngubek Jakarte, pementasan ini berhasil menutup gelaran Indonesia Tebar Pesona 2015 dengan apik. Dalam proses latihan yang hanya memakan waktu kurang dari tiga bulan, Cai mampu menggarap pemantasan yang diiringi oleh lagu-lagu karangan Teater Pagupon ini dengan apik. Lagu-lagu yang digarap oleh musisi senior Hendy Yusuf ini menggambarkan suasana cerita, baik di dalam pikiran tokoh ataupun situasi yang terjadi di dalam lakon. Tak ayal, lagu-lagu ini hadir sebagai salah satu unsur utama yang membuat pementasan ini tidak monoton dan membawa warna tersendiri karena mampu melukiskan keadaan di dalam cerita. Tak hanya ilustrasi musik nya saja yang membuat pementasan ini menjadi istimewa, begitu pula set yang disuguhkan kepada para penonton. Walaupun dibuat dengan “bujet mahasiswa,” namun pementasan ini didukung oleh tata lampu dan panggung yang sangat apik kendati minimalis dan tak ada perpindahan latar tempat. Sayang Ada Orang Lain bercerita mengenai kehidupan sepasang suami istri, Suminta dan Mini, yang hidup dalam kondisi kekurangan namun keharmonisan mereka terjaga oleh cinta suci yang telah dibangun selama lima tahun. Utang yang melilit kehidupan keduanya memaksa sang istri ingin membantu suaminya yang hanya bekerja sebagai buruh. Malapetaka justru hadir kala kedua teman Suminta, Badrun dan Hamid, mencoba membantu perekonomian mereka. Mini istri Suminta diajak untuk menjadi seorang pelacur oleh keduanya yang ternyata dibenarkan oleh Mini sebagai sebuah tindakan untuk dapat membantu suaminya.

Ibu Hj. Salim sebagai tokoh agama yang dihormati di kampung tersebut memergoki perbuatan Mini lalu melaporkan kepada Suminta. Seketika, kepala Suminta seolah tertimpa runtuhan gunung. Kebenaran demi kebenaran tarik-menarik di dalam otak Suminta sehingga membuatnya bingung... mana kebenaran sesungguhnya yang harus ia terima. Kebenaran milik Mini ternyata tidak menjadi kebenaran Suminta, sehingga memaksa Suminta harus memilih kebenarannya sendiri dengan membunuh istrinya. “Di dalam saling memberikan cinta, kita tidak mesti mengikatkan diri kita,” itu lah yang ada di pikiran Suminta. Kandati isu yang dibawakan cukup berat, namun selama lebih dari 120 menit para pengunjung kerap disuguhi adegan maupun percapakan yang mengocok perut sehingga mengundang tawa. Para penonton dihibur dengan hadirnya komedi satir di tengah drama percintaan, yang mengkritik persoalan korupsi atau pun polisi moral yang berkedok agama. Teater Pagupon merupakan sebuah biro di bawah naungan Ikatan Keluarga Sastra Indonesia (IKSI) UI yang merupakan laboratorium mahasiwa S1 Sastra Indonesia untuk berekspresi dan berkarya. Teater berlambang burung dara ini juga tidak menutup kehadiran individu-individu lain yang ingin bergabung dan bersama-sama berproses kreatif di dalam seni panggung drama.

73 views0 comments
bottom of page