top of page

“SENLIMA” Kolaborasi Dua Benua di Biennale Sastra Salihara


Dalam rangka gelaran Biennale Sastra 2015 yang bertajuk “Sastra dan Rasa”, Komunitas Salihara bersama Goethe Institut menggandeng Papermoon Puppet Theater, teater boneka kontemporer Indonesia dari Yogyakarta dan Retrofuturisten–sebuah teater independen sekaligus teater boneka dari Berlin yang dibentuk pada tahun 2011 untuk tampil mengisi gelaran yang berlangsung pada 3—25 Oktober 2015. Sebelum dimulainya pementasan pada pukul 20.00 WIB, terlebih dahulu digelar “Adu Puisi” di Teater Anjung Salihara dengan menghadirkan sejumlah sastrawan ternama yang berkolaborasi dengan masyarakat umum. Adu puisi ini merupakan wujud pelestarian dari bentuk sastra lisan terbuka. Usai kegiatan “Adu Puisi”, para pengunjung yang telah melakukan reservasi langsung memadati lobby Taman Teater Salihara untuk antre menyaksikan pementasan “SENLIMA”. Pementasan ini berakar dari pertemuan para anggotanya yang belajar di Akademi Seni Drama Ernst Busch. Bersama-sama mereka mengembangkan sebuah produksi yang berfokus pada tema “perbatasan”. Dalam beberapa tahapan pertukaran di Jerman dan Indonesia, kedua kelompok mengevaluasi negeri asal masing-masing, membahas politik, agama, dan menyelami lebih dalam mengenai tradisi teater lainnya. Kedua kelompok mengadakan pendekatan pada topik “perbatasan” sebagai fenomena budaya, linguistik, geografis, keagamaan, dan ideologi. Sampai pada titik mana perbatasan menjadi kabur, lalu bagaimana cara membentuk batasan baru, di manakah tempat orang-orang memperjuangkan perbatasan, juga pertanyaan mengenai mengapa, bagaimana, dan di mana saat perbatasan menentukan jati diri? Hasil dari proses riset ini adalah “SENLIMA” yang dipentaskan pada 4 Oktober lalu di Teater Salihara. “SENLIMA” merupakan sebuah produksi bersama yang luar biasa, yang juga memiliki ciri khas dari kedua kelompok teater ini. Lakon ini dibuka dengan hadirnya seorang wanita berkacamata membawa kotak putih. Ia hilir mudik ke kanan dan kiri serta membawanya hati-hati. Empat kawannya yang lain muncul ke atas panggung. "Senlima.. senlima," ucap mereka bergantian.

Kotak yang dipanggil 'senlima' dibuka oleh boneka pria tua. Keluarlah seekor burung yang langsung terbang dengan bebasnya, namun burung itu kembali lagi masuk ke dalam sangkar. Boneka pria tua dan saudara perempuannya memilih narasi yang berbeda dari burung. Mereka mempunyai masa lalu yang kelam dengan 'mata'. Simbol 'mata' yang hadir mempunyai kekuatan untuk menakuti mereka berdua. Datang dari dua latar belakang yang berbeda, pementasan “SENLIMA” mengisahkan perjalanan tanpa batas. Berasal dari bahasa Spanyol, “SENLIMA” membicarakan topik batas yang berbeda dari dua kebudayaan, yaitu Jerman dan Yogyakarta.

Pementasan “SENLIMA” hadir sebagai cerita yang universal. ‘Batas’ sebagai tema memiliki banyak artian, baik agama, budaya, ideologi atau pun kemanusiaan. Dalam pentas ini, batas disimbolkan dalam dunia teater boneka. Para pemain ditutupi kain dan akhirnya mampu mendobrak batas itu. Selain itu, ‘batas’ juga disimbolkan dalam bentuk kotak. Kotak hadir sebagi batas yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Meski sempat terjadi kesalahan teknis dalam pementasan akibat tidak berfungsinya web cam pada kotak untuk menampilkan ilustrasi suasana, kepiawaian para pemain sanggup mengatasi permasalahan tersebut dengan apik dan pentas kembali berlangsung. Pentas yang digelar selama hampir 90 menit menghadirkan sejumlah karakter yaitu boneka pria tua, saudara perempuan, seekor burung, dan simbol mata. Gerak boneka yang dimainkan secara halus dan lentur menjadi sajian utama yang memukau, ditambah permainan lampu yang apik mengesankan para boneka benar-benar hidup. Seting latar yang dibangun amat sederhana menjadikan tiap gerakan memiliki makna tersirat menggantikan dialog yang ditiadakan dalam pementasan. Sutradara Roscha mengatakan, grup teaternya baru bertemu dengan Papermoon sejak November 2014. "Pekerjaan dua negara, dua benua dan ini yang pertama kalinya bagi kami." Proyek ini juga menjadi salah satu program dari Jerman Fest yang diselenggarakan oleh Goethe Institut Jakarta sampai akhir tahun ini. Ke depannya, “SENLIMA” akan dientaskan di Italia dan Jerman.

31 views0 comments
bottom of page