Jakarta Biennale merupakan sebuah perhelatan akbar seni rupa kontemporer dua tahunan, yang sudah diadakan sejak 1974, dengan pertama kali menggunakan nama Pameran Seni Lukis Indonesia. Pada 2009, Jakarta Biennale untuk pertama kalinya diselenggarakan berskala internasional dan menjadikan Jakarta sebagai salah satu tuan rumah bagi perkembangan seni rupa kontemporer dunia. Sejak saat itu pula Jakarta Biennale mulai menyelenggarakan pameran karya-karya seni rupa di berbagai ruang publik Jakarta. Pada 2015, Jakarta Biennale ke-16 kembali hadir memeriahkan kota Jakarta dengan tema “Maju Kena, Mundur Kena: Bertindak Sekarang”. Tema tersebut diangkat sebagai sebuah tinjauan atas masa kini, tanpa terjebak dalam nostalgia akan masa lalu dan utopia masa mendatang. Jakarta Biennale 2015 “Maju Kena Mundur Kena: Bertindak Sekarang!” akan dibuka pada 14 November 2015, pukul 16.00 WIB. Pameran akan berlangsung dari 15 November 2015–17 Januari 2016. Penyelenggaraan pameran utama diadakan di Gudang Sarinah, Jalan Pancoran Timur II No. 4, Jakarta Selatan. Pada gelarannya yang ke-16, Jakarta Biennale akan melibatkan 70 seniman baik kelompok maupun individu, terdiri dari 42 seniman dari Indonesia dan 28 seniman manca negara. Karya-karya yang dipamerkan fokus pada permasalahan ekonomi, sosial, lingkungan dan dinamika masyarakat saat ini. Melalui karya-karya tersebut, Jakarta Biennale akan menyoroti pencapaian-pencapaian warga kota, sekecil apa pun bentuknya, di tengah dinamika hidup yang semakin rumit. Tiga topik besar akan diangkat dalam helatan Jakarta Biennale 2015. Pertama adalah penggunaan dan penyalahgunaan air. Air masih menjadi isu yang belum terpecahkan di Indonesia, dimana air merupakan sumber kehidupan namun bisa juga menjadi bencana. Kedua adalah sejarah. Refleksi terhadap bagaimana dampak masa lampau pada masa kini, lalu bagaimana memori dan tradisi membentuk perilaku kita hari ini. Kemudian, ada isu gender, fokus terhadap topik identitas gender dan pembagian peran gender dalam masyarakat. Banyak dari kita yang mencoba untuk berkompromi atau bahkan menentang pada batasan identitas gender yang ada. Pembagian peran gender yang timpang pun melahirkan relasi kuasa—yang seringkali berujung pada kekerasan. Selain pameran, Jakarta Biennale juga mengisi ruang-ruang kota melalui kolaborasi kerja dengan berbagai komunitas dalam proyek seni rupa dan proyek mural di beberapa wilayah, seperti Marunda, Condet, Penjaringan, Pejagalan, dan Petamburan di Jakarta; juga Jatiwangi di Jawa Barat, dan di area pinggir kali Surabaya, Jawa Timur. Tidak hanya itu, Jakarta Biennale 2015 juga akan diramaikan dengan berbagai rangkaian program publik dan program pendukung seperti akademi, lokakarya, edukasi publik, simposium, tur biennale, bazar seni, dan lain sebagainya yang dapat dinikmati oleh semua orang tanpa dipungut biaya.