top of page

Membahas Eksistensi Diri Lewat Teater Kera Sakti Khas Jepang


Tenjiku itu sebetulnya apa? Tenjiku ada di mana? Tenjiku adalah diri sendiri yang harus ditaklukkan. Tenjiku adalah kehidupan yang dipupuk dengan pengalaman. Siapa yang tidak kenal Kera Sakti? Cerita yang sempat ditayangkan di televisi nasional tersebut tentu dikenal banyak orang. Hampir di setiap episode, penonton setia mengikuti Goku dan kawan-kawannya melakukan perjalanan ke Barat. Hanya untuk dapat sampai ke Barat (Tenjiku), Goku harus mengalami cobaan demi cobaan yang begitu berat. Akan tetapi, sebetulnya ada di manakah Tenjiku? Apakah Tenjiku itu nyata dan benarkah di sana terdapat kitab suci yang akan membimbing manusia dalam kehidupan? Show Ryuzanji dan Tengai Amano berusaha menyampaikan hal tersebut kepada penonton. Tenjiku sendiri adalah kehidupan. Dengan demikian, pengalaman-pengalaman yang didapat adalah pelajaran yang berharga. Tenjiku adalah kehidupan dan aku adalah umat manusia. Teater Kera Sakti dari Ryuzanji Company begitu sarat dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai eksistensi diri. Akan tetapi, hal tersebut dikemas dengan balutan komedi satire sehingga penonton dibuat berpikir sambil tertawa terpingkal-pingkal. Dalam wawancara dengan Show Ryuzanji, produser sekaligus pendiri Ryuzanji Company, ia pun mengatakan, “Aku? Sebetulnya apa itu aku? Kalian akan tahu nanti (setelah menonton) bahwa aku adalah manusia (bukan hanya Goku).” Teater Kera Sakti bercerita tentang seekor kera bernama Goku yang terlahir dari sebongkah batu. Ia telah memakan begitu banyak buah keabadian sehingga ia tidak akan pernah mati. Goku mengamuk di surga dan dikutuk oleh dewa-dewi selama 500 tahun. Ia disegel di bawah bongkah batu sampai suatu hari ada seorang manusia yang menyelamatkannya. Akhirnya mereka pun melakukan perjalanan untuk mendapatkan naskah rahasia di Barat. Perjalanan ini mereka lakukan bersama dua teman lainnya, yakni Hakkai (Cut Pat Kay) dan Sagojo (Sha Wu Jing). Cerita yang disuguhkan Ryuzanji Company ini adalah sepenuhnya karya baru yang diadaptasi dari Perjalanan ke Barat karya Wu Cheng’en, sebuah legenda Tiongkok yang sangat terkenal dari masa Dinasti Ming. Anjing!” Teriak Goku melihat gurunya yang mirip Tuyul akan dimakan siluman. Teater asal Jepang ini tidak 100% menggunakan bahasa Jepang untuk berdialog. Beberapa bagian menggunakan punch-line dengan bahasa Indonesia, seperti, “Aku bukan Tuyul, aku manusia!” atau bahkan bahasa Arab, “astaghfirullah.” Teater Kera Sakti ini memang ingin mendekatkan diri kepada penonton. Oleh sebab itu, Ryuzanji Company pun memilih Salihara sebagai tempat pementasan. Jarak antara pemain dan penonton begitu dekat. Bahkan, penonton baris pertama pun hampir tidak merasakan jarak sama sekali. Memang hal tersebut yang sejak semula diincar oleh Ryuzanji Company. Selain mendekatkan diri kepada penonton, teater asal Jepang ini juga menyuguhkan permainan multimedia yang begitu baik. Terdapat subtitle di bagian atas panggung yang sebetulnya menjadi pedang bermata dua. Penonton dapat sangat tertolong dengan keberadaan subtitle atau dapat sangat terganggu dan tidak fokus kepada pemain. Akan tetapi, jika tidak disuguhkan subtitle, penonton tidak akan mengerti jalan cerita karena dialog dari Kera Sakti menjadi salah satu hal yang ditonjolkan dalam pementasan ini. Tomomi Yokosuka, sang Manajer Produksi lulusan Universitas Gadjah Mada, mengakui bahwa teater di Indonesia jauh lebih hebat dalam eksplorasi gestur, sedangkan teater asal Jepang tidak demikian. Teater berbahasa Jawa dapat menjadi acuan dalam hal ini. Pementasan berbahasa Jawa biasanya dapat dimengerti dengan mudah berkat bantuan gestur dan intonasi pemain. Adapun untuk pementasan asal Jepang ini, penonton akan sulit menerka jalan cerita jika tidak disuguhkan teks. Hal lainnya yang patut diacungi jempol adalah kekhasan sutradara dan kemampuan pemain. Show Ryuzanji mengatakan bahwa sutradara Tengai Amano memang menyukai film-film dari Quentin Tarantino. Hal tersebut pun memengaruhi perpindahan scene dalam pementasan. Perpindahan dilakukan dengan sekejap, seperti sedang menonton fragmen-fragmen dalam film. Ia pun dibantu dengan permainan multimedia yang begitu apik sehingga cutting-scene dapat dilakukan dengan rapi. Penata musik untuk pementasan kali ini pun adalah seorang penata musik film ternama asal Jepang, Keiichi Suzuki. Pementasan ini memang dibuat menyerupai film. Selain itu, permainan yang berkualitas juga ditunjukkan para aktor dan aktris. Microphone menggantung begitu tinggi di langit-langit ruangan. Penonton awam yang tidak tahu-menahu soal teater tentu tidak menyadari keberadaan microphone tersebut. Akan tetapi, bagi seorang pengamat teater, kekuatan vokal dan jarak microphone menjadi salah satu hal yang penting diperhatikan untuk melihat kualitas pemain. Dalam hal ini, pemain sukses menyuguhkan vokal yang begitu asyik dalam permainan intonasi dan dengan volume yang statis pula. Fisik pemain sudah sangat teruji, terbukti dengan segala gerakan-gerakan cepat yang dilakukan, volume suara tidak mengalami penurunan sampai akhir pementasan. Ryuzanji Company didirikan oleh Show Ryuzanji pada bulan Juli 1984. Kelompok teater ini berakar pada kelompok teater bawah tanah (underground) di Jepang yang berkembang pada 1960-an. Show Ryuzanji sendiri adalah Wakil Ketua Asosiasi Direktur Panggung Jepang. Ia telah merintis perjuangan sebagai pemimpin generasi kedua dari gerakan teater kecil Jepang selama lebih dari tiga puluh tahun. Adapun Tengai Amano, sang sutradara, adalah pemimpin Shonen-Oja-Kan di Nagoya, sebuah kelompok teater yang ia dirikan pada 1982. Ia juga terjun ke dunia perfilman. Karyanya yang berjudul Twilight memenangi penghargaan Festival Film Pendek Internasional Oberhausen dan Festival Film Internasional Melbourne. Teater Kera Sakti dari Ryuzanji Company diselenggarakan pada hari Jumat dan Sabtu, 11—12 Maret 2016 di Teater Salihara, Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

61 views0 comments
bottom of page