top of page
Siaran Pers

Pentas Perdana Indonesia Kita 2017: Presiden Kita Tercinta


Program Indonesia Kita 2017: Lintas Benua, Silang Budaya Di sepanjang tahun 2017 Program Indonesia Kita akan hadir dengan mengangkat tema “Lintas Benua, Silang Budaya”. Tema ini akan hadir perdana pada bulan Maret 2017 dengan judul pentas “Presiden Kita Tercinta” yang merupakan pertunjukan ke 23 Program Indonesia Kita 2017. Lintas Benua, Silang Budaya Lintas Benua, Silang Budaya dirumuskan oleh Tim Kreatif Indonesia menjadi tema program Indonesia Kita 2017. Tim Kreatif Indonesia Kita yang terdiri dari Butet Kertaredjasa, Agus Noor dan Djaduk Ferianto, ingin mengajak masyakarat untuk melihat kembali perjalanan kebudayaan. Ketika Indonesia sebagai bangsa diproklamirkan pada tahun 1945, para seniman setelahnya dengan terbuka menerima “kebudayaan dunia sebagai warisan” yang menjadi sumber inspirasi penciptaan. “Kami adalah ahli waris yang syah dari kebudayaan dunia,” begitu dinyatakan dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang” yang antara lain disuarakan oleh penyair besar Indonesia, Chairil Anwar. Persilangan kebudayaan memperlihatkan pergaulan lintas benua. Hal ini bisa dilihat dari karya sastra, unsur gerak tarian dan juga musik. Dan kesadaran sebagai “ahli waris kebudayaan dunia” itulah yang mendasari semangat Indonesia Kita pada program tahun 2017, untuk kembali mengolah beragam unsur kebudayaan yang datang dari berbagai penjuru dunia, dan tentu memperluas pekerjaan artistik pada pementasan-pementasan yang akan dilaksanakan di tahun 2017. Tim Kreatif Indonesia Kita berupaya menafsir dan merumuskan “Lintas Benua, Silang Budaya”, ke dalam beberapa gagasan pentas, yaitu:

  1. TIGA GENERASI WAYANG

  2. RAMPAK GERAK NUSANTARA

  3. DARI SASTRA KE PANGGUNG DUNIA

  4. LEGENDA NUSANTARA DI PETA DUNIA

  5. PANTURA: PINTU PERGAULAN DUNIA

Lakon Presiden Kita Tercinta Pentas perdana Indonesia Kita di tahun 2017 akan menampilkan Lakon berjudul “Presiden Kita Tercinta”. Pentas ini ditampilkan dari naskah lama yang ditulis oleh Agus Noor. “Naskah ini pernah masuk lima besar lomba penulisan naskah yang diadakan Federasi Teater Indonesia. Saya tulis semasa era presiden Gus Dur. Naskah ini akan saya sesuaikan dengan perkembangan Indonesia hari ini” ujar Agus Noor, yang juga akan menyutradai pertunjukan Presiden Kita Tercinta. Lakon ini berkisah tentang sebuah negeri republik yang sedang dilanda isu makar. Presiden dinyatakan menghilang. Ini membuat suasana negeri menjadi mencemaskan. Rasa tidak aman mendera. Ada kabar menyatakan Presiden ditahan dan diperlakukan tidak adil. Ada pula yang mengabarkan Presiden telah mati dieksekusi. Dalam situasi seperti itu, aparat keamanan segera memutuskan untuk mengadakan pemilihan presiden pengganti agar situasi negeri bisa terkendali. Keputusan aparat keamanan memunculkan reaksi baru. Banyak tokoh yang merasa paling pantas dan layak, ingin maju dalam pemilihan presiden pengganti. Seluruh rakyat diwajibkan untuk ikut dalam pemilihan presiden yang diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya itu. Tentu saja, banyak tokoh ingin mengambil kesempatan dan keuntungan dalam proses pemilihan presiden. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai “proyek demokrasi” yang bisa membawa keuntungan sebesar-besarnya. Agar pemilihan presiden berlangsung adil, maka siapa pun berhak memilih dan dipilih. Semua orang secara konstitusional diwajibkan untuk tak hanya memilih, tapi juga wajib dipilih jadi presiden. Para tokoh politik kemudian menghimpun kelompok-kelompok yang saling bersaing. Situasi menjadi membingungkan rakyat ketika para tokoh itu merasa paling pantas untuk jadi presiden. Berbagai cara dilakukan untuk saling menjatuhkan dengan cara saling melaporkan, menyebar fitnah dan membuat berita-berita hoax. Ternyata hal yang tak terduga muncul, yang terpilih justru seorang petani dari kampung yang sama sekali tak dikenal sebelumnya. Petani itu sendiri sama sekali tak berambisi menjadi pemimpin. Ia tak mengerti, kenapa rakyat memilihnya. Ia semula menolak, tetapi malah diancam dihukum karena dianggap melawan undang-undang bila ia tak mau menjadi presiden. Era kepemimpinan presiden terpilih pun dimulai. Ketika ia semakin dicintai rakyatnya, intrik politik malah membuatnya merasa asing di lingkaran kekuasaan. Lakon Presiden Kita Tercinta akan hadir dengan rancangan sebagai berikut: Program Indonesia Kita 2017 : “Lintas Benua, Silang Budaya”

  • Pentas ke: 23

  • Judul Pentas: Presiden Kita Tercinta

  • Jadwal: Jumat – Sabtu, 10 – 11 Maret 2017 - Pukul 20.00 WIB

  • Venue: Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jl. Cikini Raya 73, Jakarta Pusat

  • Tim Kreatif: Butet Kartaredjasa, Agus Noor, Djaduk Ferianto

  • Sutradara: Agus Noor

  • Penata Musik: Arie Pekar

  • Pemusik: Jakarta Street Music

  • Penata Tari: Rita Dewi Saleh

  • Penari: IMove Project

  • Pemain: Cak Lontong, Akbar, Marwoto, Trio GAM (Gareng, Joned, Wisben), Yu Ningsih, Netta Kusuma Dewi, Pipien Putri, Sruti Respati, Daniel Christianto, Budi Ros dan Joind Bayuwinanda.

HTM Presiden Kita Tercinta:

  • UTAMA Rp. 1.000.000

  • PLATINUM Rp. 750.000

  • VVIP Rp. 500.000

  • VIP Rp. 300.000,

  • BALKON Rp. 200.000

Informasi & Reservasi Tiket Kayan Production & Communication 0838 9971 5725

0856 9342 7788

0813 1163 0001

 

Tentang Program Indonesia Kita Indonesia Kita mulai menggelar pertunjukan sejak tahun 2011, dan sejak itulah pentas-pentas yang diadakan menjadi “laboratorium kreatif” bagi berbagai seniman, baik lintas bidang, lintas kultural dan lintas generasi. Dari satu pentas ke pentas lainnya, pada akhirnya mengkristal menjadi sebuah ikhtiar untuk semakin memahami bagaimana proses “menjadi Indonesia”.

Sebagai sebuah bangsa, Indonesia adalah sebuah “proses menjadi”, yakni sebuah proses yang terus menerus diupayakan, proses yang tak pernah selesai, untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bersama, yaitu menjadi 'sebuah bangsa yang berkebudayaan’. Indonesia Kita telah menjadi sebuah forum seni budaya yang bersifat terbuka, yang mempercayai jalan seni dan kebudayaan sebagai jalan yang sangat penting untuk mendukung 'proses menjadi Indonesia” itu. Terlebih-lebih ketika Indonesia hari ini seperti rentan dan penuh berbagai persoalan, maka merawat semangat ke-Indonesia-an menjadi sesuatu yang harus secara terus-menerus diupayakan.

Indonesia Kita yang secara berkala dan rutin diselenggarkan, pada akhirnya telah mampu meyakinkan penonton untuk melakukan apa yang seringkali disebut oleh Butet Kartaredjasa, sebagai “ibadah kebudayaan” yakni semangat untuk bersama-sama mendukung dan mengapresiasi karya seni budaya. Pentas-pentas Indonesia Kita mendapat apresiasi yang baik, tanggapan positif, dan mampu menjadi ruang interaksi tidak hanya antara seniman dan masyarakat penonton, melainkan juga antara penonton dan penonton. Sebuah komunitas kultural terbentuk, di mana penonton kemudian menghadiri pentas-pentas Indonesia Kita, sebagai wujud dari “ibadah kebudayaan”.

Jangan Kapok Menjadi Indonesia. Terima Kasih.

537 views0 comments
bottom of page