Artikel & foto: Yudika Nababan
Daya tarik sebuah kota bagaikan lampu benderang dengan kerumunan laron di musim hujan. Dari berbagai penjuru daerah datang dan berkerumun menikmati berbagai hal seolah tak akan ada hari lain. Kesibukan tiada henti dan persaingan tinggi untuk bertahan hidup adalah kelaziman demi kelangsungan hidup masyarakat kota atau dengan istilah yang lebih keren: kaum urban.
Urbanisasi bisa merubah banyak hal. Bukan hanya tekanan hidup yang bertambah berat tetapi juga perubahan karakter, pola pikir hingga pergeseran nilai dan moral ke arah yang lebih individualistik dan cenderung mati rasa.
Fenomena Kaum Urban Dalam Karya Tari Kontemporer (a)part adalah sebuah komposisi tari yang menggambarkan kegelisahan kaum urban. Dipertunjukkan 4 Agustus 2017 di Teater Luwes Institut Kesenian Jakarta, (a)part membaurkan berbagai elemen seperti pencahayaan, seni instalasi, musik ilustratif dan teater, menjadikan (a)part bukan sekedar suguhan tari yang apik tetapi pengalaman imajinatif yang seolah melemparkan penonton dalam suasana suram jiwa kaum urban. Gemerlap di luar, kelam di dalam.
Karya koreografi Dwi Maharani Pane ini sebenarnya adalah tugas akhir Strata Satu Program Studi Tari Institut Kesenian Jakarta. Pane, demikian ia dipanggil, tidak memandang (a)part sebagai suatu tugas kuliah tetapi sebagai tantangan untuk berkarya secara maksimal. Standarisasi penilaian tugas akhir menjadi acuan eksplorasi kreatifnya, bukan hanya dalam hal konsep dan ekesekusi yang banyak melibatkan crew, tetapi juga layaknya perencanaan dan marketing sebuah pertunjukan tari profesional. Hal ini terlihat juga dari materi promosi yang dirancang dengan baik juga sebarannya yang melibatkan berbagai media online sebagai media partner. Seputar Event yang menjadi salah satu media partner bahkan sudah dihubungi oleh Pane sejak April 2017, 3 bulan sebelumnya.
Pane sejatinya adalah juga kaum urban :-) Berbagai simbol dalam koreografinya memperlihatkan bahwa ia juga hidup dalam suasana urban yang modern: keberanian mengomposisikan tariannya bukan berdasarkan tari yang umum dikenal, tetapi justru dari gerakan-gerakan manusia sehari-hari yang sekilas bukan seperti tarian. Sebuah keputusan yang berisiko karena secara umum menjadikan tarian ini cukup berat dicerna jika dipertunjukkan untuk masyarakat umum.
Pane juga cukup fasih memanfaatkan teknik panggung modern untuk mempresentasikan karyanya: video mapping, pencahayaan ultraviolet, musik elektronik dan konstruksi paralon yang membentuk 9 kotak yang menjadi komponen utama dari cerita yang ingin disampaikan melalui tariannya. Prinsip-prinsip seni modern yang minimalis juga sangat terasa, baik dalam tata panggung, cahaya, musik bahkan tariannya.
Reflektif Pada akhirnya (a)part adalah sebuah perenungan; bahwa sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kekosongan dalam dirinya yang hanya bisa diisi oleh kasih sayang, peduli dan dipedulikan, menghargai dan dihargai yang bisa didapatkan jika berinteraksi secara positif dengan orang lain. Manusia mengenal dirinya ketika ia berusaha mengenal manusia lainnya.