Diliput oleh: Ramdani
Tempo hari, tepatnya tanggal 21 dan 22 Juli 2017 Graha Bakti Budaya geger dengan Pesta Para Pencuri yang turut diramaikan oleh Cak Lontong, Happy Salma, Inayah Wahid, Alexandra Gottardo, Akbar, Susilo Nugroho, Marwoto, Trio GAM (Gareng, Joned, Wisben) dan Silir Pujiwati. Pesta Para Pencuri bukanlah kejadian nyata, namun cerita fiksi garapan Butet Kertarajasa, Agus Noor dan Djaduk Ferianto selaku tim kreatif Indonesia Kita. Lakon ini dipentaskan guna mengkritik apa yang terjadi belakangan ini di negara kita. Merefleksikan dengan cara kritis dan jernih segala kegaduhan sosial politik yang kerap kali penuh intrik dan manipulatif. Seperti itulah, dalam konteks ini, lakon Pesta Para Pencuri itu kemudian menjadi suara kritis dari situasi hari ini. Ketika ‘para pencuri’ seperti berpesta.
Dalam pementasan kali ini, Indonesia Kita mengisahkan sebuah situasi di mana para pencuri dengan pintar dan lihai meyamar menjadi apa saja, sehingga sulit dikenali. Ada dua golongan pencuri dalam lakon ini, gerombolan satu adalah ‘pencuri yang baik hati dan suka menolong rakyat’ yang merasa terganggu karena nama baiknya dicemarkan oleh berbagai cara pencurian yang disebutnya tidak bertanggung jawab dan tidak menjunjung tinggi martabat pencuri. Sementara gerombolan pencuri lainnya ingin membuktikan bahwa mereka adalah ‘pencuri yang bisa dipercaya’.
Bermula saat Nyai Salma kehilangan barang wasiatnya yang paling berharga, yakni selendang Wewe Gombel. Selendang ini mampu membuat penggunanya tidak terlihat, sehingga jika para pencuri yang mengambilnya, meraka bisa mencuri tanpa terlihat. Tetapi Nyai Salma mencurigai bahwa situasi penuh kecurigaan ini sengaja dibuat oleh para keamanan wilayah, yang diperankan oleh Marwoto dan Susilo Nugroho. Kecurigaan ini didasarkan dari pemikiran ketika dalam keadaan menjadi tertib dan baik, dua petugas ini seperti kehilangan peran, karenanya dengan sengaja membuat situasi menjadi tidak aman agar peran mereka bisa kembali dibutuhkan.
Meskipun lakon ini penuh kritik dan sindiran, namun dikemas ringan dan sangat menghibur dengan kemasan khas pentas Indonesia Kita. Seperti biasa, duet Cak Lontong dan Akbar selalu berhasil mengocok perut para penonton yang hadir memenuhi Graha Bhakti Budaya. Seperti pada suatu adegan di mana Cak Lontong dan Akbar saling mengeluarkan hasil curiannya. “Bar, Kita tuh kalo maling, ambil barang yang berharga” ujar Cak Lontong, kemudian Akbar mengeluarkan hasil curiannya, sebuah HP. Cak Lontong pun berkomentar “Baar, Baar, kamu tuh suruh nyolong barang berharga Baar”. “Loh, ini berharga Tooong, biarpun bekas tapi ada harganyaa” saut Akbar. Cak Lontong pun mengeluarkan sebuah gayung berlabel dari kantung curiannya, “Yang namanya barang berharga begini Baar” Cak Lontong menegaskan dengan menunjuk gayung yang tertempel bandrol harganya diikuti gelak tawa penonton.
Banyak para pencuri yang kemudian menyukai puteri Nyai Salma. Demi memperebutkan cinta anak Nyai Salma, para pencuri menebar berita hoax dan saling mengakali. Di tengah kegaduhan situasi ini, Nyai Salma dan Mbok Nay, pembantu kepercayaannya yang diperankan oleh Inayah Wahid, mencium gelagat buruk, terutama ketika para pencuri berkumpul dan bersepakat melakukan pencurian besar-besaran.
Para pencuri memulai aksinya dan saling mencuri. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa mereka tengah dicuri oleh seorang Pencuri Agung yang tak lain adalah Nyai Salma. Dalam pementasan kali ini, Inayah Wahid puteri dari Alm. Gus Dur turut terlibat dalam suksesnya pementasan. “Aku tau kalo ada cewek cantik, mesti minta kenalan karo aku. Aku tau kalo aku kalo aku lebih cantik, aku kan kembar sama dia” ucap Inayah, sekejap dibalas oleh Marwoto “Kalo kembar itu biasanya sebelas dua belas, ini ko sebelas dua satu” disusul tawa para penonton. “Ati ati kowe, ono mbok’e kuwi” ujar Wisben kepada Marwoto yang di saut oleh Inayah “Iki Bu’e, jeneng’e Marwoto” Tak ayal membuat penonton semakin riuh dengan tawa.
Latar kemudian berganti dengan sebuah bangunan mewah, Cak Lontong masuk kembali dalam cerita. Celetuk ringan Cak Lontong nampaknya mampu mengocok setiap orang yang hadir, tak terkecuali pemeran dalam pementasan. Seperti Alexandra Gottardo yang tertawa geli dengan celetukan Cak Lontong ketika ia salah dalam berucap.
Kisah diakhiri dengan terungkapnya jati diri sang Pencuri Agung, yang mengajak para pencuri untuk bersatu mencuri nurani manusia. Mungkin sebagian dari kita menerka nerka, hal seperti inilah yang terjadi di negeri kita. Di mana kegaduhan yang terjadi saat ini memang sengaja dikondisikan menjadi tidak aman dan nyaman, guna menguntungkan pihak pihak tertentu. Namun di luar dari praduga tersebut, pentas ini adalah bagian dari kebebasan berekspresi, yang bisa saja tidak dimaksudkan untuk menyindir siapapun.
Mengutip dari Agus Noor, “Saya mencoba membayangkan ‘logika pencuri’ untuk membenarkan koruptor yang kini bersatu: Sesungguhnya koruptor itu tidak pernah mengambil uang negara, tetapi justru menyelamatkan uang negara dengan menyimpannya di rekening pribadi. Jika ketahuan, uang itukan bisa dikembalikan kepada negara. Bayangkan kalau tidak ‘diselamatkan sementara’ uang negara bisa habis untuk proyek-proyek yang pada akhirnya terbengkalai. Lagipula koruptor tidak mementingkan diri sendiri, ia selalu mementingkan partai politik, rekan-rekan sejawatnya juga kroni-kroninya. Itulah sebab korupsi berlangsung secara adil dan merata. Hari ini, kita mesti membiasakan diri dengan segala logika konyol seperti itu.”
“Namun sebagai manusia yang menjaga kesehatan jiwa dan akalnya, sepatutnya kita tidak mencuri” Tambah Agus Noor.
Liputan SeputarEvent: Puteri Gus Dur Terlibat Dalam “Pesta Para Pencuri" #pestaparapencuri #indonesiakita
https://www.seputarevent.com/submit-event/event-seni-budaya/puteri-gus-dur-terlibat-dalam-pesta-para-pencuri